1. Organisasi Rasional
Model organisasi bisnis
yang “rasional” yang lebih tradisional mendefenisikan organisasi sebagai suatu
struktur hubungan formal (yang didefenisikan secara eksplisit dan digunakan
secara terbuka) yang bertujuan mencapai tujuan teknis atau ekonomi dengan
efisiensi maksimal. E. H. Schein memberikan satu defenisi ringkas tentang
organisasi dari prespektif tersebut yaitu organisasi adalah koordinasi rasional
atas aktivitas-aktivitas sejumlah individu untuk mencapai tujuan atau sasaran
eksplisit bersama, melalui pembagian tenaga kerja dan fungsi dan melalui
hirarki otoritas dan tanggung jawab.
Berbagai tingkatan dalam
organisasi dan yang mengatur semua individu ke dalam tujuan organisasi dan
hirarki formal adalah kontrak. Hal ini mengasumsikan bahwa pegawai sebagai agen
yang secara bebas dan sadar telah setuju untuk menerima otoritas formal
organisasi dan berusaha mearaih tujuan organisasi, dan sebagai gantinya mereka
memperoleh dukungan dalam bentuk gaji dan kondisi kerja yang baik. Dari
perjanjian kontraktual tersebut, pegawai menerima tanggungjawab moral untuk
mematuhi atasan dalam usaha mencapai organisasi, dan selanjutnya organisasi
juga memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan dukungan ekonomi pada para
pegawai seperti yang telah dijanjikan. Teori utilitarian memberikan dukungan
tambahan pada pandangan bahwa pegawai memiliki kewajiban untuk berusaha
mencapai tujuan perusahaan secara loyal.
Tanggungjawab etis dasar
yang muncul dari aspek-aspek ‘rasional” organisasi difokuskan pada dua
kewajiban moral yakni a) kewajiban atasan untuk mematuhi atasan dalam
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan b) kewajiban atasan
untuk memberikan gaji yang adil dan kondisi kerja yang baik.
a. Kewajiban pegawai terhadap perusahaan
Dalam pandangan rasional
perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan
perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan
tersebut. Kewajiban karyawan dan perusahaan dibagi menjadi tiga yaitu:
1)
Kewajiban Ketaatan
Dalam kewajiban ketaatan karyawan harus taat kepada
atasannya di perusahaan, tetapi karyawan tidak harus mematuhi semua perintah
yang diberikan oleh atasannya. Perintah-perintah tersebut antara lain seperti
etika atasan menyuruh karyawan tersebut untuk melakukan hal yang tidak
bermoral, seperti membunuh musuh atasannya, atau dapat pula berupa korupsi.
Dapat pula dalam bentuk mengerjakan tugas pribadi atasannya, misalnya untuk
kepentingan pribadi atasan bukan untuk kepentingan perusahaan, seperti mencuci
mobil dan merenovasi rumah pribadi milik atasannya. Karyawan juga tidak perlu
mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai
dengan penugasan yang disepakati, misalnya sekretaris diberi tugas untuk
bersih-bersih, dan lain sebagainya. Cara untuk menghindari terjadinya kesulitan
seputar kewajiban ketaaatan adalah membuat deskripsi pekerjaan yang jelas dan
cukup lengkap pada saat karyawan mulai bekerja di perusahaan. Namun deskripsi
pekerjaan ini harus dibuat cukup luwes sehingga kepentingan perusahaan selalu
bisa di beri prioritas.
2) Kewajiban
Konfidensialitas
Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan
informasi yang bersifat konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan
menjalankan suatu profesi. Kewajiban ini tidak hanya berlaku selama karyawan
bekerja di perusahaan tetapi berlangsung terus setelah ia pindah kerja.
Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika karyawan tersebut pindah kerja di
perusahaan baru yang bergerak di bidang yang sama. Contohnya adalah seorang
akuntan, ia tidak boleh membocorkan kondisi finansial perusahaan lama ke
perusahaan baru. Kewajiban konfidensialitas ini terbatas pada informasi perusahaan.
Hal-hal lain yang diperoleh atau diketahui sambil bekerja di perusahaan pada
prinsipnya tidak termasuk kewajiban konfidensialitas. Misalnya keterampilan
yang dikembangkan oleh karyawan itu dengan bekerja pada perusahaan yang sama.
Alasan etika yang mendasari kewajiban ini adalah bahwa perusahaan menjadi
pemilik informasi rahasia itu.
3) Kewajiban Loyalitas
Kewajiban loyalitas adalah konsekuensi dari status
seseorang sebagai karyawan perusahaan ia harus mendukung tujuan-tujuan
perusahaan dan turut merealisasikan tujuan tersebut. Faktor utama yang dapat
membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konfilk kepentingan (conflict of
interest) artinya konflik kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan
perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kepentingan pribadi yang bersaing
dengan kepentingan perusahaan. Misalnya karyawan memproduksi produk yang sama
dengan produk perusahaan dan menjualnya dengan harga murah. Konflik kepentingan
tidak selalu berkaitan dengan masalah uang. Contohnya, seorang yang bekerja di
suatu perusahan memutuskan untuk membeli peralatan kantor dari perusahaan
tempat dimana anaknya bekerja, walaupun sebenarnya ada penawaran harga yang
lebih baik dari perusahaan lain.
4) Kewajiban Melaporkan
kesalahan
Ada dua macam pelaporan kesalahan perusahaan atau
whistle blowing, secara internal dan eksternal. Dalam pelaporan internal,
pelaporan kesalahan dilakukan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati
atasan langsung. Misalnya seorang karyawan bawahan melaporkan suatu kesalahan
langsung kepada direksi, dengan melewati kepala bagian dan manajer umum. Pada
pelaporan eksternal, karyawan melaporkan kesalahan perusahaan kepada instansi
pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi. Misalnya karyawan
melaporkan bahwa perusahaannya tidak memenuhi kontribusinya kepada Jamsostek
atau tidak membayar pajak melalui media massa atau pihak eksternal lainnya.
Terdapat
sebuah pertanyaan etika dalam melakukan pelaporan kesalahan perusahan ini,
“apakah whistle blowing ini boleh dilakukan karena pada prinsipnya bertentangan
dengan kewajiban loyalitas karyawan terhadap perusahaannya?” Namun setelah
didiskusikan lebih mendalam, jawabnya adalah boleh karena karyawan tidak hanya
mempunyai kewajiban loyalitas kepada perusahaan tetapi ia juga mempunyai kewajiban
kepada masyarakat umum apabila perusahaan tersebut melakukan kesalahan.
Pelaporan bisa dibenarkan
secara moral, bila lima syarat berikut terpenuhi:
1. Kesalahan
perusahaan harus besar. Kesalahan ini hanya dapat dilaporkan jika
menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga, terjadi pelanggaran hak-hak asasi
manusia, dan kegiatan yang dilakukan perusahaan bertentangan dengan tujuan
perusahaan.
2. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
3. Pelaporan
harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak
ketiga, bukan karena motif lain. Misalnya karyawan memutuskan berhenti dari
suatu pekerjaan karena kecewa dengan atasannya. Setelah ia pergi dari
perusahaan itu, ia membuka praktek kurang etis dari perusahaan seperti tidak
membayar pajak. Motif pelaporan ini adalah untuk balas dendam.
4. Penyelesaian
masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan
dibawa ke luar. Jika karyawan merasa bertanggungjawab, ia harus berusaha
dulu untuk menyelesaikan masalah di dalam perusahaan sendiri melalui jalur yang
tepat. Hal ini juga sesuai dengan kewajiban loyalitasnya. Baru setelah upaya
penyelesaian secara internal gagal, ia boleh memikirkan whistle blowing.
5. Harus ada
kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses. Jika
sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan
apa-apa, misalnya tidak bisa mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga,
lebih baik orang tersebut tidak melapor.
Whistle
blowing adalah masalah etis yang tidak enak untuk semua pihak yang
bersangkutan. Untuk perusahaan ataupun pelaku bisnis, whistle blowing akan
membawakan banyak kerugian secara materil maupun moril. Mulai dari turunnya
pamor perusahaan terhadap produknya, hingga menurunnya keuntungan yang
didapatkan akibat pelaporan ini.
Untuk
pelapor, whistle blowing adalah langkah yang diambil dengan berat hati karena
resiko yang akan didapatkannya cukup besar. Di beberapa negara ada kode etik
profesi, misalnya kode etik insinyur yang secara tidak langsung menganjurkan
whistle blowing.
Dalam
kode etik ini memuat ketentuan bahwa keamanan dan keselamatan masyarakat harus
di tempatkan di atas segalanya. Ada juga negara yang melindungi para
whistle-blowers melalui jalur hukum, seperti Inggris dengan undang-undang yang
disebut The Public Interest Disclosure Act (1998).
Ada sejumlah situasi dimana pegawai gagal
melaksanakan kewajiban untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Konflik Kepentingan
Konflik
kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang pegawai atau pejabat duatu
perusahaan melaksanakan tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan
pribadi terhadap hasil dari pelaksanaan tugas tersebut yang (a) mungkin
bertentangan dengan kepentingan perusahaan, dan (b) cukup substansial sehingga
kemungkinan mempengaruhi penilaiannya sehingga tidak seperti yang diharapkan
perusahaan. Konflik kepentingan bisa bersifat aktual dan potensial. Konflik kepentingan
aktual terjadi saat seseorang melaksanakan kewajibannya dalam satu cara yang
mengganggu perusahaan dan melakukannya demi kepentingan pribadi. Konflik
kepentingan potensial terjadi saat seseorang, karena didorong kepentingan
pribadi, bertindak dalam suatu cara yang merugikan perusahaan.
2. Pencurian Pegawai dan Komputer
Pegawai perusahaan memiliki perjanjian kontraktual
untuk hanya menerima keuntungan tertentu sebagai ganti hasil kerjanya dan
menggunakan sumber daya perusahaan hanya dalam usaha untuk mencapai tujuan
perusahaan. Tindakan pegawai yang mencari tambahan keuntungan pribadi atau
menggunakan sumber daya perusahaan untuk dirinya sendiri merupakan tindakan
pencurian karena keduanya berarti mengambil atau menggunakan properti milik
orang lain (perusahaan) tanpa persetujuan pemilik yang sah.
Tindakan memeriksa, menggunakan atau menyalin
informasi atau program komputer merupakan pencurian. Disebut pencurian karena
informasi yang dikumpulkan dalam bank data komputer oleh suatu perusahaan dan program
komputer yang dikembangkan atau dibeli perusahaan merupakan properti dari
perusahaan yang bersangkutan.
3. Insider Trading
Insider trading sebagai tindakan membeli dan menjual
saham perusahaan berdasarkan informasi “orang dalam” perusahaan. Informasi
“dari dalam” atau “dari orang dalam” tentang suatu perusahaan merupakan
informasi rahasia yang tidak dimiliki publik di luar perusahaan, namun memiliki
pengaruh material pada harga saham perusahaan. Insider trading adalah ilegal
dan tidak etis karena orang yang melakukannya berarti “mencuri” informasi dan
memperoleh keuntungan yang tidak adil dari anggota masyarakat lain. Namun
demikian, sejumlah pihak menyatakan bahwa insider trading secara sosial
menguntungkan dan menurut prinsip utilitarian, tindakan ini seharusnya tidak
dilarang, malah dianjurkan.
b. Kewajiban perusahaan terhadap pegawai
Kewajiban moral dasar
perusahaan terhadap pegawai, menurut pandangan rasional, adalah memberikan
kompensasi yang secara sukarela dan sadar telah mereka setujui sebagai imbalan
atas jasa mereka. Ada dua masalah yang berkaitan dengan kewajiban ini:
kelayakan gaji dan kondisi kerja pegawai. Gaji dan kondisi kerja merupakan
aspek-aspek kompensasi yang diterima pegawai dari jasa yang mereka berikan, dan
keduanya berkaitan dengan masalah apakah pegawai menyetujui kontrak kerja
secara sukarela dan sadar. Jika seorang pegawai "dipaksa" menerima
pekerjaan tanpa upah yang memadai atau kondisi kerja yang layak, maka kontrak
kerja tersebut dianggap tidak adil.
1 1)
Gaji
Setiap perusahaan menghadapi dilema ketika menetapkan
gaji pegawai seperti, bagaimana menyeimbangkan kepentingan perusahaan untuk
menekan biaya dengan kepentingan pegawai untuk memperoleh kehidupan yang layak
bagi diri mereka sendiri dan keluarga? Tidak ada rumus sederhana untuk
menentukan "gaji yang layak". Kelayakan gaji sebagian bergantung pada
dukungan yang diberikan masyarakat (jaminan sosial, perawatan kesehatan,
kompensasi pengangguran, pendidikan umum, kesejahteraan, dan sebagainya),
kebebasan pasar kerja, kontribusi pegawai, dan posisi kompetitif perusahaan.
Meskipun tidak ada cara untuk menentukan gaji yang
layak dengan pasti, namun kita setidaknya bisa mengidentifikasi sejumlah faktor
yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan gaji dan upah, yaitu: a) Gaji dalam
industri dan wilayah tempat seseorang bekerja, b) Kemampuan perusahaan, c)
Sifat pekerjaan, d) Peraturan upah minimum, e)
Hubungan dengan gaji lain, dan f) Kelayakan negosiasi gaji.
2 2)
Kondisi Kerja: Kesehatan dan Keamanan
Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja
itu aman, bebas dari resiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja
cedera atau bahkan mati. Hampir semua negara modern mempunyai peraturan hukum
guna melindungi keselamatan dan kesehatan kaum pekerja. Dalam hal ini peraturan
hokum disemua negara belum tentu sama dan belum tentu memuaskan. Terlepas dari
aturan hukum para ajikan tidak bebas dari kewajiban tetapi terikat dengan
alasan-alasan etika. Keselamatan dan kesehatan pekerja tidak pernah boleh dikorbankan
kepada kepentingan ekonomis. Resiko memang tidak selalu bisa dihindari, tetapi
harus dibatasi sampai seminimal mungkin, walaupun upaya itu bisa mengakibatkan
biaya produksi bertambah. Selain itu si pekerja harus menerima resiko itu
dengan bebas, setelah lebih dahulu ia diberikan ekstra untuk mengimbangi
resiko, baik dalam gaji langsung maupun asuransi khusus.
3 3)
Kondisi Kerja: Kepuasan Kerja
Spesialisasi pekerjaan yang berlebihan memang tidak
baik karena alasan lain, yaitu bahwa cara ini memberikan beban yang tidak adil
pada pekerja. Juga ada banyak bukti bahwa cara ini tidak mendukung efisiensi.
Pekerjaan yang dispesialisasikan dalam dua dimensi yaitu secara horizontal
dengan membatasi jangkauan tugas dan membatasi repetisi atau pengulangan dalam
cakupan tugasnya. Jangkauan tugas yang terlampau jauh melewati batas kemampuan
pegawai dapat menyebabkan pegawai frustasi. Demikian juga kerja rutin yang
berulang dalam jangka waktu panjang dapat lebih cepat menciptakan kejenuhan.
Selain secara horizontal, pekerjaan juga bisa dispesialisasikan secara vertikal
dengan mebatasi rentang pengwasan dan pengambilan keputusan atas
kegiatan-kegiatan dala suatu pekerjaan.
4)
Tidak melakukan diskriminasi
Perusahaan dalam operasinya tidak akan terhindar dari
tindakan membeda-bedakan pegawai. Contohnya saja diskiminasi yang terjadi
dimana – mana seperti AS, Indonesia dan lain – lain. Diskriminasi baru akan
terhapus betul bila suatu negara semua warganya mempunyai hak yang sama dan
diperlakukan dengan cara yang sama pula. Diskriminasi timbul biasanya disertai
dengan alasan yang tidak relevan.
2. Organisasi Politik
Dalam model organisasi
politik, individu dilihat berkumpul membentuk koalisi yang selanjutnya saling
bersaing satu sama lain memperebutkan sumber daya, keuntungan, dan pengaruh.
Dengan demikian, "tujuan" organisasi menjadi tujuan yang dibentuk
oleh koalisi yang paling kuat dan paling dominan. Tujuan tidak ditetapkan oleh
otoritas yang "sah", namun ditetapkan melalui tawar menawar antara
berbagai koalisi. Realita dasar organisasi, menurut model ini, bukanlah
otoritas formal atau hubungan kontraktual, namun kekuasaan: kemampuan individu
(atau kelompok individu) untuk mengubah perilaku pihak lain menuju cara yang
diinginkan tanpa harus mengubah perilaku mereka sendiri menuju cara yang tidak
diinginkan.
Jika kita memfokuskan
pada kekuasaan sebagai dasar realita organisasional, maka permasalahan etis
utama yang akan kita temui saat kita mengamati suatu organisasi adalah masalah
yang berkaitan dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan. Masalah etis utama
difokuskan bukan pada kewajiban kontraktual perusahaan dan pegawai, namun pada
hambatan-hambatan moral terhadap penggunaan kekuasaan di dalam organisasi.
Etika perilaku organisasional yang dilihat dari perspektif model politik
difokuskan pada pertanyaan: Apa batasan moral, jika ada, pada pelaksanaan
kekuasaan dalam organisasi? Dalam bagian-bagian berikut ini, kita akan membahas
dua aspek dari pertanyaan ini, yaitu: (a) Apa, jika ada, batasan moral pada
kekuasaan manajer yang dapat diterapkan pada pegawai? (b) Apa, jika ada,
batasan moral pada kekuasaan pegawai yang dapat diterapkan pada pegawai lain?
3. Organisasi Yang Penuh Perhatian
Aspek kehidupan
organisasional tidak cukup baik digambarkan dalam model kontraktual yang
merupakan dasar dari organisasi "rasional", ataupun dengan model
kekuasaan yang mendasari organisasi "politik". Mungkin aspek tersebut
paling tepat digambarkan sebagai organisasi penuh perhatian (caring), di mana
konsep-konsep moral utamanya sama dengan konsep yang mendasari etika memberi
perhatian. Jeanne M. Lied tka menggambarkan organisasi semacam itu sebagai
organisasi, atau bagian organisasi, di mana tindakan memberi perhatian
merupakan: a) Difokuskan sepenuhnya pada individu (pribadi), bukan "kualitas",
"keuntungan", atau gagasan-gagasan lain yang saat ini banyak
dibicarakan; b) Dilihat sebagai tujuan dalam dan dari dirinya sendiri, serta
bukan hanya sarana untuk mencapai kualitas, keuntungan, dan sebagainya; c)
Bersifat pribadi, dalam artian bahwa hal tersebur melibatkan individu-individu
tertentu yang memberikan perhatian, pada tingkat subjektif, pada individu
tertentu lainnya; dan d) Pendorong pertumbuhan bagi yang diberi perhatian,
dalam artian bahwa tindakan ini menggerakkan mereka menuju pemanfaatan dan
pengembangan kemampuan seutuhnya, dalam konteks kebutuhan dan aspirasi mereka
sendiri.
Dalam organisasi caring,
kepercayaan tumbuh subur karena orang merasa wajib saling memercayai jika
mereka melihat diri mereka sebagai pihak-pihak yang saling membutuhkan dan
saling terkait. Karena kepercayaan tumbuh subur dalam organisasi semacam itu,
maka organisasi tidak perlu melakukan banyak investasi untuk mengawasi para
pegawainya dan memastikan bahwa mereka tidak melanggar perjanjian kontraktual.
Dalam model kontraktual, masalah etis
penting muncul dari kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hubungan
kontraktual. Dalam model politik, masalah etis penting muncul dari kemungkinan
penyalahgunaan kekuasaan. Lalu apa masalah etis penting dari perspektif organisasi
carin? Jawabannya adalah memberikan perhatian terlalu banyak atau kurang
banyak.
4.
Peraturan
Yang
Terkait
Etika
bisnis membahas banyak hal didalam kehidupan masyarakat, terutama didalam suatu
perusahaan tempat kita bekerja. Didalam suatu perusahaan haruslah ada etika
dalam bekerja dan menjalankan tugas dengan baik, etika bisnis dalam perusahaann
menjadi standard dan pedoman bagi semua karyawan yang terlibat dalam manajemen
perusahaan. Pedoman untuk mejalankan pekerjaan atau tugas yang sudah menjadi
kewajiban karyawan untuk melaksanakannya dilandasi dengan sikap yang jujur dan
professional dalam bekerja. Dalam perusahaan etika bisnis guna untuk membentuk peraturan atau
norma dan perilaku karyawan dalam menjalin hubungan yang baik dengan perusahaan,
atasan, rekan kerja, ataupun pemegang saham dan pihak luar lainnya. Etika
bisnis sangat penting didalam semua aspek untuk mempertahankan suatu bisnis.
Didalam suatu perusahaan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai harus
mempunyai pedoman ataupun standar untuk mecegah timbulnya permasalahan dalam
etika bekerja.
Dikatakan pula dalam
organisasi diharapkan bahwa disiplin dalam peraturan yang berlaku dapat terbentuk
dari adanya kesadaran dan kesediaan seseorang dalam mentaati semua aturan dan
norma yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa kedisiplinan terbentuk bukan
dari suatu keterpaksaan tetapi harus dari kesadaran seseorang pelaksanaannya
disiplin tidak hanya karena adanya hukuman bagi sipelanggar, namun terbentuk
dari adanya rasa tanggung jawab yang dimiliki orang tersebut. Dengan
terbentuknya rasa disiplin dalam diri setiap orang, maka hal tersebut dapat
meningkatkan gairah kerja dan tujuan organisasi maupun individu akan terlaksana
dengan baik.
Didalam hal ini juga harus ada
tanggung jawab dalam hal dikerjakan sebagai seorang pembisnis ataupun seorang
karyawan. Norma dalam hal ini juga sangat penting dengan adanya hukum, kebijakan
dan prosedur perusahaan, serta moral dan mental pribadi seseorang. Dalam
perusahaan dengan menghormati dan menghargai atasan kita sesuai jabatan
tertentu, maka kita juga bisa dihargai dan dihormati dengan orang lain. Dengan
menciptakan kepercayaan perusahaan, melakukan standar atau peraturan perusahaan
dengan baik. Etika sangat berpengaruh terhadap perilaku individu karyawan
didalam perusahaan. Tanggung jawab diperlukan dalam perusahaan terhadap atasan,
lingkungan dan antar karyawan. Tanggung jawab terhadap karyawan dengan
menghormati pendapat karyawan, perilaku positif yang ditunjukkan dan lainnya.
Sehingga didalam suatu perusahaan setiap karyawan harus mempunyai kode etik
dalam beretika terhadap atasan, antar karyawan dan pihak luar.
Contoh Kasus:
1. Organisasi
Rasional
Karyawan di PHK Sepihak, Buruh
Akan Pidanakan Pabrik
Senin 30 November 2015
18:38
TANGERANG – Mengenakan
pita warna kuning dan baju hitam ratusan buruh menggerudug PT IMP (Inti Megah
Perkasa) dikawasan komplek pergudangan Nusa Indah, Benda, Kota Tangerang, Senin
(30/11). Buruh yang tergabung dalam KSBSI Garteks Tangerang Raya berunjukrasa
menuntut perusahan untuk mempekerjakan kembali ratusan rekan mereka yang di PHK
secara sepihak oleh pihak perusahaan.
Serta menuntut
perusahaan untuk memberlakukan kebijakan normatif, gaji UMK dan lain sebagainya
sesuai dengan Undang-undagan ketenagakerjaan yang berlaku. Siti, salah satu
karyawan yang di PHK telah bekerja 11 (sebelas) tahun di PT. IMP dengan gaji
dibawah UMR. “Saya telah di PHK oleh perusahaan ini tanpa alasan yang jelas
tanpa pesangon yang jelas, padahal saya dan rekan lainnya telah bekerja di
perusahaan ini belasan tahun. Ini benar-benar penindasan terhadap kaum buruh,
kami akan lawan,” ujar Siti.
Hal senada diungkapkan
Sunarto, ia telah bekerja selama 8 (delapan) tahun merasa sangat heran pihak
perusahaan mem-PHK-nya tanpa alasan yang jelas. Sunarto mengatakan PT IMP yang
bergerak dalam percetakan printing dan border telah sewenang-wenang memecat
karyawanya hanya dengan alasan efisiensi. Sementara, menurut sekretaris Garteks
Tangerang Raya, Tri Pamungkas, mengatakan akan mempidanakan PT IMP itu dengan
mengacu kepada Undang-undang nomor 21 tahun 2000 dan Undang-undang nomor 13
tahun 2003.
Pihaknya dalam waktu
dekat ini akan melaporkan PT. Inti Megah Perkasa ke Polres Metro Kota Tangerang
karena dinilai telah melakukan tindak pidana tentang ketenagakerjaan.
Untuk diketahui, para
buruh telah melakukan aksi unjukrasa selama 3 (tiga) di PT. Inti Megah Perkasa
menuntut sikap perusahaan terhadap PHK yang dilakukan tanpa mekanisme dan
prosedur yang jelas. Buruh mengancam akan kembali melakukan aksi secara
besar-besaran bila perusahaan masih tidak ada respon yang baik. (ZIE)
KESIMPULAN
Berdasarkan contoh
kasus Karyawan di PHK Sepihak, Buruh Akan Pidanakan Pabrik,
menurut saya perusahaan telah melanggar etika mengenai kewajiban perusahaan
terhadap kayawan yaitu “perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan
semena-mena”. Jadi wajar saja para buruh menggelar unjukrasa untuk membela hak
mereka. Apabila perusahaan ingin memberhentikan karyawan harus sesuai dengan
prosedur yang berlaku tidak boleh memberhentikan secara sepihak dalam hal ini
harus ada keterbukaan antara perusahaan dengan karyawan, misalnya dengan
memberi surat peringatan dahulu, dan jika kesalahannya fatal perusahaan wajib
memberi tahu apa kesalahan karyawan tersebut sehingga dikeluarkan dari
perusahaan. Perusahaan juga harus memberitahu terlebih dahulu bila akan ada
pengurangan jumlah pekerja sehingga karyawan bisa mencari pekerjaan lain
sebelum ia keluar dari perusahaan.
a.
Indrawan bekerja untuk
perusahaan PT Konstruksi ABC. Pak Taufik Rachman atasan langsungnya, telah
membuat kalkulasi untuk sebuah proyek pembangunan dan dalam tender PT
Konstruksi ABC memperoleh proyek pembangunan atas dasar kalkulasi itu. Walaupun
kontrak sudah di tandatangani, atasan Indrawan itu minta kepadanya untuk mencek
lagi perhitungannya, sebagaimana memang termasuk pekerjaannya. Dalam
menjalankan tugas ini, Indrawan menemukan sebuah kekhilafan. Akibatnya,
perusahaan akan mengalami kerugian kecil dengan proyek ini dan tidak memperoleh
keuntungan yang diharapkan. Indrawan melaporkan temuan ini kepada atasannya.
Pak Taufik menyuruh dia untuk tidak memperhatikan kekhilafan itu dan tidak
menceritakannya kepada siapa pun. Kalau tidak, ia langsung dipecat. Pak Taufik
sendiri tidak melaporkan kekhilafan itu kepada direksi perusahaan.
(Diolah
dari: Richard De George, Business Ethics, hlm. 215)
KESIMPULAN
Berdasarkan
kasus perintah atasan tersebut seorang karyawan
memang harus taat terhadap perintah atasan sesuai dengan kewajiban karyawan
yang penting yaitu “kewajiban ketaatan”. Namun taat disini bukan berarti
karyawan harus mengikuti semua perintah atasannya. Apabila atasan meminta untuk
melakukan hal-hal yang bermanfaat, tidak menyimpang dari etika, dan
menguntungkan perusahaan, seorang karyawan patut untuk menaati perintah
atasannya. Namun jika atasan meminta untuk melakukan hal-hal yang tentu
merugikan perusahaan, seorang karyawan tidak boleh untuk menaati perintah itu.
Salah satu cara untuk menghindari hal tersebut adalah dengan membuat job
description.
b.
Enron Corporation didirikan
pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah konsorsium dari Northern
American Power and Light Company, Lone Star Gas Company, dan United Lights and
Railways Corporation. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001,
ketika terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama
oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara
kreatif. Selama tujuh tahun terakhir, Enron melebih-lebihkan laba bersih dan
menutup-tutupi utang mereka. Auditor
independen, Andersen dituding ikut
berperan dalam "menyusun" pembukuan kreatif Enron. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron
telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak 650 juta dolar AS. Bulan September
2001, pemerintah AS mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan
Enron. Satu bulan kemudian, Enron mengumumkan kerugian sebesar 600 juta dolar
AS dan nilai aset Enron menyusut 1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan
yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu
melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai
saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus
gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen.
Saat
itu, kasus itu merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan
4.000 pegawai kehilangan pekerjaan mereka, yang lebih mengejutkan lagi,
kebangkrutan ini disebabkan oleh kesalahan fatal dalam sistem akuntan mereka.
KESIMPULAN:
KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya
menjungjung tinggi independensi, dan profesionalisme telah melakukan
pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi
maupun masyarakat diantaranya melalui Deception, discrimination of information,
coercion, bribery. Akhirnya KAP Andersen di tutup disamping harus
mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum. Sebaiknya jika KAP Andersen
telah mengetahui adanya “permainan” dalam pembukuan perusahaan Enron maka KAP
Andersen dapat mengungkapkan kebenaran yang ada, bukan malah menutupinya.
2. Organisasi
Politik
a. Kasus yang melibatkan orang nomor satu keuangan
Indonesia yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dimana kasus tersebut seakan
selesai dengan sendirinya setelah Sri Mulayani ditunjuk sebagai Managing
Director Bank Dunia. Kasus Bank Century merupakan kasus hukum yang disebabkan
adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sejumlah pejabat pemerintah
dalam mengeluarkan dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun bagi bank yang
bermasalah itu, lebih
besar dari yang disepakati dengan DPR Rp 1,3 Triliun. Selain itu, dari kasus
Bank Century diduga ikut melibatkan Bank Indonesia dan Departemen Keuangan yang
mempunyai otoritas dalam masalah keuangan sehingga Bank Century mengalirkan
uangnya ke partai politik terentu. Dalam kasus Bank Century ada
kejanggalan karena memang dalam kasus ini adalah permainan dari Departemen
Keuangan dan BI. Oleh karena itu DPR harus membuat pansus untuk menangani kasus
sehingga bisa diketahui keterlibatan Bank Indonesia dan Departemen Keuangan
termasuk Sri Mulyani.
BPK terkesan lamban dalam penanganan kasus Bank Century. Selain itu, dalam kasus Bank Century juga tidak ada pengawasan yang serius dari Bank Indonesia.
Sementara itu, Gunawan dari Forum Nasabah Bank Century mengatakan, sudah lebih dari 9 bulan sejak November 2008 nasabah Bank Century tidak mendapatkan kejelasan uangnya. Gunawan justru mempertanyakan tentang Bank Century yang sudah dilarang oleh BI dan Bapepam sejak 2005,tapi larangan kegiatan publik tersebut hanya dengan selembar kertas. Akibatnya banyak nasabah yang tidak mengetahui dengan bahwa Bank Century sudah tidak masuk neraca. Padahal untuk melikuidasi Bank Century negara hanya butuh uang sebanyak Rp 12 triliun dan uang itu sangat kecil bagi negara. Namun karena skandal politik yang membuat Bank Century dipertahankan karena banyak juga bank yang beroperasi untuk kepentingan "politik" tertentu.
KESIMPULAN
BPK terkesan lamban dalam penanganan kasus Bank Century. Selain itu, dalam kasus Bank Century juga tidak ada pengawasan yang serius dari Bank Indonesia.
Sementara itu, Gunawan dari Forum Nasabah Bank Century mengatakan, sudah lebih dari 9 bulan sejak November 2008 nasabah Bank Century tidak mendapatkan kejelasan uangnya. Gunawan justru mempertanyakan tentang Bank Century yang sudah dilarang oleh BI dan Bapepam sejak 2005,tapi larangan kegiatan publik tersebut hanya dengan selembar kertas. Akibatnya banyak nasabah yang tidak mengetahui dengan bahwa Bank Century sudah tidak masuk neraca. Padahal untuk melikuidasi Bank Century negara hanya butuh uang sebanyak Rp 12 triliun dan uang itu sangat kecil bagi negara. Namun karena skandal politik yang membuat Bank Century dipertahankan karena banyak juga bank yang beroperasi untuk kepentingan "politik" tertentu.
KESIMPULAN
Dalam kasus Century ini
terdapat keterlibatan pejabat pemerintah yang dimana memuat kepentingan politik
tertentu yang akhirnya juga dapat disebut sebagai Korupsi. Korupsi merupakan
penyakit kronis dalam pemerintahan Indonesia. Karena dalam kasus ini melibatkan
pemerintah maka penyelesaian masalah ini pun terkesan tidak serius. Sebaiknya
dalam penyelesaian kasus ini BPK maupun Bank Indonesia mampu bersifat tegas,
meskipun dalam kasus ini melibatkan pejabat pemerintah.
Hukum tidak memandang
status, siapapun yang telah melanggar maka wajib ditindak tegas demi
penyelesaian kasus Bank Century ini. Karena itu merupakan hak dari pada nasabah
bank itu sendiri.
b.
Kasus
korupsi massal yang melibatkan 41 anggota DPRD Kota Malang dinilai sebagai
bukti tumbuhnya budaya permisif dalam korupsi di lembaga negara. Koordinator
Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch ( ICW) Donal Fariz
menjelaskan anggota lembaga pemerintahan secara terbuka melakukan korupsi
bersama-sama.
"Ini membuktikan budaya permisif korupsi itu tumbuh karena tidak ada
mekanisme kontrol di internal. "
Menurut Donal, para anggota
legislatif seharusnya saling mengingatkan agar tidak melakukan korupsi. Ia mengatakan kasus ini seharusnya menjadi
"tamparan" bagi pemerintah. Kasus korupsi berjamaah sudah pernah
terjadi di beberapa kota.
Sebenarnya, menurut Donal,
evaluasi secara mendasar dan besar-besaran terletak di level parpol. Alasannya,
sisi lain masalah ini seperti pembenahan pemilihan anggota legislatif yang
tertuang dalam Undang-undang Pemilu terus diperbaiki. Namun, parpol yang tidak
pernah berubah. Diberitakan sebelumnya, sebanyak 41 dari total 45 anggota DPRD
Kota Malang periode 2014-2019 ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Hingga saat
ini, dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, sudah ada 41 anggota yang
ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK," papar Wakil Ketua KPK Basaria
Panjaitan dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK.
KESIMPULAN:
DPRD merupakan anggota
legislatif yang dimana merupakan wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat itu
sendiri. Mereka mendapat kepercayaan dari masyarakat agar dapat mengemban
amanah yang telah diberikan masyarakat. Namun anggota DPRD ini ternyata lebih
mementingkan diri mereka sendiri dengan melakukan pelanggaran hukum (korupsi).
Sebaiknya sebagai anggota
DPRD apabila telah mengetahui anggotanya ada yang melanggar hukum (korupsi)
maka dapat dilaporkan ke KPK bahwa terjadi pelanggaran dan saling mengingatkan
untuk ikut tidak melakukan pelanggaran hukum (korupsi), bukan justru turut
melakukan pelanggaran hukum (korupsi) tersebut.
c. Organisasi
Yang Penuh Perhatian
Parung farm merupakan sebuah brand dari PT Kebun Sayur
Segar yang resmi didirikan pada tahun 2003. Perusahaan yang beralamat di Jl.
Raya Parung No. 546 Bogor ini bergerak dalam bidang pertanian khususnya
hidroponik. Perusahaan ini sudah memiliki jumlah karyawan tetap sebanyak 35
orang dan 86 orang untuk jumlah karyawan harian. Untuk mengelola jumlah
karyawan yang tidak sedikit tentunya perusahaan memiliki budaya organisasi
untuk menyamaratakan kemampuan karyawan.
PT. Kebun Sayur Segar telah menetapkan budaya kerja 5R
yaitu ( ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin) yang harus di patuhi oleh setiap
karyawannya agar tercipta hasil kerja yang berkualitas dan dapat meningkatkan
produktifitas. Budaya kerja ini menjadi pembeda antara PT. Kebun Sayur Segar
dengan perusahaan lain. Selain itu PT. Kebun Sayur Segar selalu memberikan
pelatihan rutin secara formal dan informal kepada setiap karyawannya. Hal ini
bertujuan agar para karyawan PT. Kebun Sayur Segar merasa diperhatikan dan
didorong sehingga dapat membangun kebersamaan dan meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan karyawan. Budaya kerja yang diterapkan di PT. Kebun Sayur Segar
mampu menciptakan iklim kerja yang baik dan menciptakan komunikasi terbuka
antara karyawan dengan pimpinan.
Hal tersebut juga didukung dengan sikap kepemimpinan
dari pimpinan PT. Kebun Sayur Segar yang begitu memperhatikan dan mengayomi
karyawan sehingga karyawan tidak begitu kesulitan untuk mengikuti budaya yang
ada di perusahaan. Meskipun PT. Kebun Sayur Segar merupakan perusahaan memiliki
hubungan yang terbuka dengan karyawan, namun tetap memiliki SOP yang harus
dipatuhi oleh para karyawan di antaranya para karyawan harus profesional dalam
pekerjaan dan sopan antar satu sama lain. Hal ini dilakukan agar tercipta
disiplin kerja pada diri karyawan PT. Kebun Sayur Segar.
KESIMPULAN:
Seperti
yang telah dicontohkan oleh perusahaan tersebut, bahwa perusahaan wajib
menciptakan lingkungan kerja yang berkualitas serta pelatihan bagi karyawannya.
Dengan begitu dapat diharapkan para karyawan dapat meningkatkan produktivitas
mereka dalam bekerja. Meskipun perusahaan memiliki hubungan yang baik dengan
para karyawannya, maka tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan tetap harus memiki
SOP yang mengatur para karyawan yang dimana harus dipatuhi oleh para karyawan
PT. Kebun Sayur Segar, sehingga para karyawan dapat bekerja secara
professional.
Komentar
Posting Komentar